[Interaktive discussion,
25 November 2017]
Exit Exam
Exit Exam merupakan bentuk uji
kompetensi yang dilakukan sebelum mahasiswa lulus dan menyandang gelar profesi
dalam hal ini profesi Apoteker. Berawal pada tahun 2013, UKAI (Uji Kompetensi
Apoteker Indonesia) dijadikan sebagai persyaratan kelulusan profesi apoteker
namun masih berjalan sebagai ujian formatif (uji coba) selama 2 tahun. Isu
terkait Exit Exam kini kembali hangat dibicarakan oleh mahasiswa profesi
apoteker maupun mahasiswa farmasi karena tidak hanya UKAI, OSCE (Objective
Structured Clinical Examination) kabarnya akan dimasukkan pada rangkaian Exit
Exam. Hal ini menimbulkan rentetan pertanyaan.
Sejarahnya, ditahun 2003, BPP ISFI
(Badan Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia) membuat buku standar
kompetensi farmasi. Barulah tujuh tahun setelahnya, tepatnya pada tahun 2010,
dibuat draf SKAI (Standar Kompetensi Apoteker Indonesia) di Makassar, Sulawesi
Selatan. Lahirnya standar kompetensi ini berkaitan dengan era APTA
(Asia-Pacific Trade Agreement) yang memungkinkan pertukaran jasa yang dilakukan
setiap negara. Apoteker dari Indonesia dapat bekerja diluar negeri begitupun
sebaliknya. Tidak adanya standar kompetensi yang menjadi pedoman dan
persyaratan untuk tenaga profesi di Indonesia membuat pihak HPEQ ( Health
Professional Education Quality) dan APTFI (Asosiasi Perguruan Tinggi Farmasi
Indonesia) serta pengurus IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) merumuskan Buku
Standar Kompetensi Apoteker Indonesia.
Setelah
draf SKAI disahkan, muncullah isu ujian kompetensi yang diharapkan menjadi
tolak ukur mutu yang terstandar secara nasional. Mengingat terdapat 63 fakultas
farmasi prodi apoteker yang tentunya memiliki kurikulum yang berbeda maka
dibutuhkan pemerataan mutu yang diterapkan dalam bentuk exit exam . Hal inilah
yang membuat UKAI menjadi salah satu persyaratan kelulusan perofesi apoteker di
tahun 2013 meski masih uji coba selama 2 tahun.
Namun
seiring dengan pelaksanaannya, Aliansi Apoteker memberi gugatan pada
pelaksanaan UKAI karena pembiayaan yang dianggap tidak transparan. Dimana pembayaran
senilai Rp. 600.000, tidak sepaket dengan SKPA (Sertifikat Kompetensi Profesi
Apoteker) yang seharga Rp. 500.000, kemudian STRA (Surat Tanda Registrasi
Apoteker) seharga Rp. 170.000, Rp. 120.000 untuk UKTA dan Rp. 50.000. Belum lagi dengan Try Out yang
juga seharga Rp. 600.000 yang notabenenya hanya untuk menguji kemampuan
kompetensi namun dimasukkan dalam rangkaian UKAI.
Tahun
2016, UKAI yang sudah menjadi ujian somatif yang mengharuskan mahasiswa profesi
apoteker untuk melulusi UKAI. Dimana jika tidak, maka mahasiswa profesi
apoteker tidak berhak untuk wisuda. Dengan kata lain harus memperpanjang masa
perkuliahan. Selain itu, adanya kerancuan dimana penyelenggaraan UKAI dilakukan
oleh Organisasi profesi (IAI) yang seyogyanya mengurus seluruh anggota yang ada
dikeprofesian tanpa berhak mengurus pendidikan profesi yang menjadi tanggung
jawab APTFI.
Belum
selesai masalah terkait UKAI saat ini, muncul isu OSCE yang akan menjadi
rangkaian Exit Exam di tahun 2018. Kemungkinan besar OSCE dengan pembiayaan Rp.
1.500.000 pada awalnya hanya sebagai ujian formatif namun tidak menutup
kemungkinan ditahun berikutnya akan menjadi uji somatif. Jika merujuk pada
regulasi, terdapat undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan, undang-undang No. 12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, serta Permendikbud
tahun 2014 tentang Standar Kompetensi Pendidikan Tinggi Indonesia yang
didalamnya memang termaktub terkait standar kompetensi profesi. Hal ini memang
perlu karena dapat menjamin mutu tenaga keprofesian selain itu tenaga profesi
dari luar negeri tidak semena-mena dapat masuk dalam negeri tanpa memenuhi
standar kompetensi yang berlaku.
Namun
permasalahannya adalah hingga saat ini tidak adanya pedoman pelaksanaan uji
kompetensi sehingga yang dilakukan selama ini hanya bersifat instruksional,
tidak berlandaskan atas undang-undang sehingga otoritas pelaksanaan, peraturan
pembiayaan dan hal-hal teknisi lain dapat dengan mudah menjadi permainan pihak-pihak
otoriter. Begitupun terkait istilah UKAI ini.
Berdasarkan PP No 51 2009, Apoteker adalah orang yang sudah
menyelesaikan pendidikan profesi apoteker dan telah diambil sumpah jabatan
apotekernya. Sehingga jika dikaitkan dengan kita yang masih mahasiswa profesi
apoteker maka seharusnya kita tidak berhak mengikuti UKAI. Olehnya UKAI
tentunya harus berubah dari segi nama, bukan lagi Ujian Kompetensi Apoteker
Indonesia melainkan Ujian Kompetensi Mahasiswa Profesi Apoteker Indonesia. Begitupun
dengan teknisnya yang perlu dibenahi baik dari segi regulasi, transparansi
pembayaran serta organisasi yang memiliki otoritas dalam menyelenggarakannya.
Komentar